Dalam sejarahnya, wacana dan praktek pembangunan
serta hak asasi manusia berada secara terpisah. Selama setengah abad terakhir, maksud dan tujuan
mengenai hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya belum menjadi bagian dari praktik
hak asasi manusia. Akibatnya, hak-hak masyarakat belum dilaksanakan dalam
rangka perkembangan masyarakat. Banyak LSM dan organisasi akar rumput yang
bekerja sama untuk mewujudkan perubahan sosial-ekonomi tersebut di seluruh
dunia. Namun banyak yang
gagal dalam mendorong partisipasi dan kapasitas masyarakat.
Pada tahun-tahun awal
pembangunan, sebagian besar orang percaya bahwa rezim otoriter paling mampu
mempertahan kebijakan pro-pertumbuhan karena mampu mengatasi penolakan dari
pihak-pihak yang menentang status quo. Akan tetapi, dalam tahun-tahun terakhir,
demokrasi dianggap mampu melegitimasi kebijakan pasar bebas dan akuntabilitas
pemerintah dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan.
Semua ini mulai berubah
perlahan-lahan dari awal 1990-an dan seterusnya untuk tiga alasan utama:
- Pertama, akhir Perang Dingin juga berarti bahwa banyak negara-negara berkembang, secara teori menjadi lebih diperhatikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
- Kedua, sejumlah intelektual perubahan muncul dalam rangka pembangunan masyarakat selama periode yang sama.
- Ketiga, banyak pihak radikal dalam pembangunan masyarakat yang menginginkan pembangunan yang lebih luas termasuk seluruh aspek penopang hak asasi manusia, bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi.
Inkorporasi Retoris
Jack Donnelly
berpendapat bahwa pembangunan manusia yang berkelanjutan bisa mengubah hak
manusia, berikut pula demokrasi, perdamaian, dan keadilan, sebagai himpunan
bagian dari pembangunan. Dengan kata lain, hak asasi manusia tidak bisa
diwujudkan hanya dengan pemberian atau pemenuhan kebutuhan yang hanya sekali
jalan saja, tapi yang benar adalah tentang jaminan jangka panjang. Model bantuan kemanusiaan memang baik karena dapat
memberikan manfaat utama. Akan tetapi, pemberian bantuan seperti ini sangat
tidak berkelanjutan, bahkan malah menimbulkan ketergantungan terhadap asing dan
bisa melemahkan dinamika sosial lokal. Harus ada keseimbangan
antara bantuan langsung akibat pelanggaran hak asasi manusia dan mengupayakan
pencegahan struktural mengenai pelanggaran hak asasi manusia dalam jangka
panjang.
Pembangunan atau
kerja kemanusiaan tidak secara otomatis menjadi kemajuan hak asasi manusia
karena diperlukan hukum dan jaminan sosial, khususnya di tingkat negara. Kemudian, pencarian jaminan tersebut harus disertai
dan didasarkan pada kebutuhan dan aspirasi manusia. Lembaga-lembaga
bantuan diharapkan mampu bekerja pada kedua tingkat tersebut.
Bantuan dalam pembangunan oleh
negara-negara donor diberikan dengan syarat. Syaratnya adalah negara tersebut
tidak dikategorikan sebagai negara pelanggar HAM. Bagi negara yang melanggar
HAM, maka bantuan tersebut akan ditangguhkan sampai dengan catatan tersebut
sudah diperbaiki. Pemberian catatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga HAM
dunia internasional yang berafiliasi dengan PBB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar